PERKEMBANGAN TOR-TOR SOMBAH PADA PESTA RONDANG BITTANG DI SIMALUNGUN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tata cara pelaksanaan pesta rondang bittang dan perkembangan tor-tor sombah pada pesta rondang bittang.Dalam pembahasan penelitian ini, digunakan teori dan pengertian yang berhubungan dengan topik penelitian, seperti teori perubahan dan pengertian perkembangan.Waktu yang digunakan untuk membahas tentang perkembangan tor-tor sombah pada pesta rondang bittang di Simalungun dilakukan selama 3 bulan. Tempat penelitian adalah di Kecamatan Sidamanik. Adapun sampel pada penelitian ini adalah bagian dari populasi, yaitu berjumlah 5 orang. Teknik pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi, kemudian di analisis dengan metode deskriptif kualitatif.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa tata cara pelaksanaan pesta rondang bittang pada saat ditangani oleh pemerintah diawali dengan kegiatan mamuhun dan maranggir yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan perlombaan, yakni perlombaan olahraga tradisional yakni, marjalekkat, margalah dan marlittun dan perlombaan kesenian tradisional yakni, hagualon, taur-taur dan urdou-urdou, sordam, tulila, sulim, vokal group, lomba cipta lagu Simalungun, lomba busana pengantin Simalungun, ilah, tor-tor usihan, huda-huda/Toping-toping dan tor-tor sombah. Perkembangan tor-tor sombah dapat dilihat pada masa sebelum tahun 1953, masa sesudah tahun 1953, dan masa tahun 1980-an. Adapun elemen yang berkembang adalah pada gerak yakni sombah, membersihkan diri, membersihkan lingkungan, manogu bertambah menjadi mangunje, sombah atas, ser-ser, membersihkan lingkungan, membersihkan diri, sombah bawah kemudian bertambah lagi menjadi mangunje, menepukkan tangan, sombah atas, ser-ser, membersihkan lingkungan, membersihkan diri, sombah bawah dan mangunje. Pada alat musik yang berkembang yakni menggunakan gonrang sidua-dua, lalu gonrang sipitu-pitu. Busana yang digunakan berkembang dari baju tradisional Simalungun, lalu marabit atas, kemudian baju Simalungun modern. Tempat pementasan berawal dari di lapangan, kemudian di panggung pertunjukan. Adapun penari mengalami perkembangan yakni tunggal, lalu berpasangan dan kemudian berkelompok. Pola lantai juga mengalami perkembangan sesuai dengan jumlah penarinya. Dan pada elemen fungsi juga berkembang sebagai upacara penghormatan kepada Raja, lalu berfungsi sebagai penghormatan kepada tamu dan kemudian berfungsi sebagai hiburan.