SIMBOL DAN MAKNA TORTOR SARAMA DATU PADA MASYARAKAT MANDAILING NATAL

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang simbol dan juga makna yang
terdapat pada Tortor Sarama Datu yang berasal dari Desa Pidoli Dolok
kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara.
Teori - teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori simbol Anya
Peterson Royce (2010:54), dan teori makna Anya Peterson Royce (2007:213).
Metode Penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Populasi
pada penelitian ini yaitu masyarakat di desa Pidoli Dolok kecamatan Panyabungan
kabupaten Mandailing Natal yang tergabung dalam grup Gordang Sambilan Bona
Bulu Pidoli Dolok dan sampel pada penelitian ini terdiri dari 2 orang seniman
Mandailing yaitu bapak Ishak Nasution & bapak Abdul Hamid Nasution sebagai
narasumber, pargordang (pemusik) dan panortor. Teknik pengumpulan data yang
digunakan yaitu dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi dan studi
pustaka. Hasil penelitian ini yaitu tortor Sarama Datu merupakan ritual yang
dipercayai oleh masyarakat Mandailing Natal dalam memanggil roh agar hajatan
dapat terlaksana dan biasanya dapat dilakukan pada waktu malam sehari sebelum
pernikahan berlangsung. Pada Tortor Sarama Datu yang terdiri dari bentuk gerak,
busana, dan iringan musik yang terangkum menjadi satu. Terdapat simbol gerak
yaitu: Mangido Tangan, Salam Pambuka, Markombangsila, Mangido Tu Ginjang,
Salam Panutup. Sedangkan makna gerak lebih mendominasi pada gerak: Mangido
Tangan, Salam Pambuka, Marputar Itempat, Markuliang, Mangangkat Tangan,
Mangido Tu Ginjang, Markombangsila, Salam Penutup dan Pingsan. Semua
gerak Tortor Sarama Datu tersebut dilakukan secara random oleh Sipalabegu
(Dukun) maupun Sibaso (Panortor/penari) karena ini dilakukan dibawah alam
sadar Sibaso (Panortor/penari).