Sinaga, Rosmaida and Simangunsong, Lister Eva and Syarifah (2020) Kolonialisme Belanda dan Multikulturalisme Masyarakat Kota Medan. Yayasan Kita Menulis, Medan. ISBN 978-623-6512-05-0 (print); 978-623-6512-06-7 (online)
Book.pdf - Published Version
Download (15MB) | Preview
Abstract
Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara adalah kota yang didiami
masyarakat yang multikultural baik dari aspek suku, ras, agama, budaya
maupun status sosial. Keberagaman di Kota Medan menjadi sesuatu yang
sangat menarik karena pengaruh akulturasi budaya dari berbagai etnik yang
mendiami Kota Medan. Etnik yang mendiami Kota Medan sangat beragam
yaitu Suku Melayu, Batak (Karo, Simalungun, Toba, Mandailing-Angkola,
Pakpak), Jawa, Minang, India-Tamil, Tionghoa, Aceh, dan lain sebagainya.
Masing-masing etnik tersebut membawa budaya masing-masing yang
menjadikan Kota Medan sebagai Kota Multikultural. Selain suku, agama yang
dianut penduduk Kota Medan juga beragam mulai dari agama resmi seperti:
Islam, Kristen Protestan, Katolik, Budha, Hindu, Khonghucu hingga aliran
kepercayaan seperti Parmalim, Ugamo Bangso Batak, Pemena, Ahmadiyah,
Saksi Jahowa, Sikh dan lain sebagainya. Keberagaman agama yang dianut
masyarakat Kota Medan juga terlihat dari jumlah masjid, gereja dan Vihara
Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh Kota Medan. Bahasa yang digunakan
penduduk Kota Medan juga sangat beragam seperti Indonesia, Batak, Jawa,
Hokkien, dan Minangkabau.
Secara historis terciptanya masyarakat Kota Medan yang multikultural bertalian
dengan penerapan kebijakan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Pada
awal penegakan kekuasaanya di Indonesia, perhatian Belanda hanya terbatas di
Jawa. Sejak tahun 1830 dengan penerapan Cultuurstelsel, Jawa telah menjadi
sumber keuntungan besar bagi negeri Belanda. Meskipun demikian, sejak 1840 pemerintah kolonial Belanda mulai melakukan perluasan kekuasaannya ke
daerah-daerah luar Jawa. Kebijakan tersebut ditetapkan berdasarkan dua
pertimbangan yaitu pertama, untuk menjaga keamanan daerah-daerah yang
sudah dikuasai, maka Belanda menakhlukkan daerah-daerah lain yang mungkin
akan mendukung dan membangkitkan gerakan perlawanan. Kedua, ketika
perjuangan bangsa Eropa untuk memperoleh daerah jajahan mencapai
puncaknya pada akhir abad XIX, Belanda merasa wajib menetapkan hakl
mereka terhadap daerah-daerah di luar Jawa untuk mencegah campur tangan
bangsa lainnya di Tanah Jajahannya (Ricklefs, 1995: 200).
Item Type: | Book |
---|---|
Keywords: | Kolonialisme Belanda; Multikulturalisme; Masyarakat Kota |
Subjects: | D History General and Old World > D History (General) D History General and Old World > D History (General) > D880 Developing Countries D History General and Old World > DJ Netherlands (Holland) |
Divisions: | Fakultas Ilmu Sosial |
Depositing User: | Mrs Catur Dedek Khadijah |
Date Deposited: | 26 Apr 2023 03:13 |
Last Modified: | 26 Apr 2023 03:13 |
URI: | https://digilib.unimed.ac.id/id/eprint/51856 |