Usman and Rachmatsyah (2017) KERETA API SEBAGAI SARANA TRANSPORTASI MILITER KOLONIAL BELANDA DALAM PERANG ACEH (SUATU KAJIAN HISTORIS DAN EKONOMI DI PANTAI TIMUR ACEH TAHUN 1900-1942). In: Seminar Nasional Tahunan Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 20 Oct 2017, Medan.
Full text not available from this repository. (Request a copy)Abstract
Perintisan kereta api Aceh pada tahun 1874 bagian dari usaha penaklukkan wilayah Aceh untuk menjadi wilayah Hindia Belanda yang berpusat di Batavia. Walaupun berbagai reaksi dari gerilyawan Aceh pada masa-masa awalnya, transportasi kereta api satu-satunya sarana penting di bidang angkutan militer kolonial dan bersamaan dengan sistem Lini Konsentrasi. Ruang lingkup kegiatan kereta api masih terbatas yaitu Ulee Lheue, Kutaraja, Lam Nyong, Keutapang dan Indrapuri hingga Seulimuem. Pada tahun 1898, sewaktu Van Heutsz menjadi Gubernur Militer dan Sipil Aceh jalu rel kereta api diperlebar dari Seulimuem ke Padang Tiji, Sigli (1900), Lhokseumawe (1901), Idi dan Langsa (1903) sampai Kuala Simpang (19012). Pembukaan dari jalur barat ke pantai Timur Aceh merupakan bagian dari politik pasifikasi Belanda, selain usaha untuk penaklukkan wilayah atau penguatan kekuasaan Belanda juga kereta api lebih berfungsi menjadi sarana angkutan hasil perkebunan, perdagangan dan militer serta transportasi umum bagi masyarakat. Beberapa rumusan masalah yaitu (1) bagaimana usaha pemerintah kolonial Belanda merintis pembangunan transportasi jalan (rute) kereta api di masa konsentrasi lini dan pasifikasi di Aceh?, (2) bagaimana peran dan atau fungsi kereta api militer dalam pengembangan transportasi hasil bumi maupun angkutan umum di bidang ekonomi di masa pemerintah kolonial Belanda di Aceh (1900-1942)? dan (3) bagaimana dampak dari aktivitas perkeretaapian di Aceh bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di masa pemerintah kolonial Belanda (1900-1942)?.
Penelitian ini untuk mengkaji peran penting kereta sebagai transportasi militer pada masa kolonial Belanda (1900-1942) dengan scoup adalah wilayah pantai Timur Aceh (Idi, Langsa, Tamiang dan Pangkalan Susu). Komponen yang akan dikaji meliputi; (1) kereta api Aceh Tram sebagai sarana transportasi angkutan hasil perkebunan dan industri, (2) kereta api Aceh Tram sebagai sarana angkutan barang dan penumpang umum, dan (3) dampak perkembangan kereta api Aceh Tram di masyarakat. Penelitian ini menggunakan metoda analisis historis dengan studi mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, monumen atau peninggalan sejarah. Juga melalui teknik mewawancara dan studi kepustakaan atau dokumentasi akan dikaji dan ditafsirkan dengan masalah penelitian.
Secara detail analisis data adakan dilaksanakan beberapa tahapan. Pertama reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhaaan, abstraksi data kasar yang ada dalam catatan lapangan. Reduksi data ini akan berlangsung terus selama pelaksanaan penelitian. Kedua sajian data adalah suatu kegiatan untuk menyajikan data yang diperoleh dalam bentuk cerita yang sistematis, kronologis dan mudah untuk dimengerti serta dipahami. Ketiga verifikasi/penarikan simpulan merupakan komponen analisis yang memberi kan ekspanasi secara sistematis sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan.
Hasil penelitian menunjukkan bawa kereta api salah satu dari bagian transportasi darat pada masa pemerintah kolonial Belanda menjadi transportasi angkutan hasil perkebunan getah, sawit dan angkutan perdagangan antar kota dan wilayah dengan basisnya adalah sejumlah stasiun-stasiun yang menjadi pusat bongkar-muat barang dan naik turun penumpang. Di bidang angkutan hasil bumi seperti pada tahun 1939 tercatat kereta api Aceh Tram mengangkut ekspor minyak sawit yaitu 244.000 ton dan petroleum 4.000 ton, kayu arang 6.000 ton. Barang dagangan pada 1940 menjadi 24.000 ton dan tahun 1941 mencapai 36.000 ton. Sedang angkutan penumpang pada tahun 1914 sekitar 3.000 orang dan tahun 1926 berkisar 4.378 orang penumpang umum untuk wilayah Aceh Demikian hal dampak dari kereta api yaitu sudah melahirkan kota-kota perdagangan baru di pantai Timur Aceh Idi, Langsa dan Kuala Simpang.
Berdasarkan hasil penelitian, diajukan beberapa syarat. Pertama harapkan kepada pemerintah Pusat dalam rangka menyusun perencanaan transportasi darat, seyogianya tetap memperhatikan faktor tata guna lahan/jalan yang berkaitan dengan akses jaringan, lokasi/tempat tujuan perjalanan, distribusi perjalanan penentuan alternatif moda/jenis angkutan, pengaturan alternatif rute lalulintas transportasi, dan arus pada jaringan transportasi. Kedua untuk pemerintah Propinsi Aceh bahwa kereta api bagian dari transportasi darat mampu mendukung perkembangan ekonomi rakyat Aceh, karena moda/jenis angkutan ini mampu merangsang pertumbuhan perdagangan ke arah yang lebih baik dan mampu mensejahterakan penduduk daerah-daerah terpencil dengan harga terjangkau, bila menggunakan kereta api hendak berpegian antara kota dan propinsi.
Item Type: | Conference or Workshop Item (Paper) |
---|---|
Keywords: | Sarana transportasi; Kereta api; Militer; Perang Aceh |
Subjects: | G Geography. Anthropology. Recreation > GT Manners and customs > GT5220 Customs relative to transportation and travel H Social Sciences > HC Economic History and Conditions |
Divisions: | Fakultas Ilmu Sosial |
Depositing User: | Mrs Harly Christy Siagian |
Date Deposited: | 14 Dec 2017 09:00 |
Last Modified: | 14 Dec 2017 09:12 |
URI: | https://digilib.unimed.ac.id/id/eprint/27830 |