BAHASA DAERAH : ANTARA KERAPUHAN DAN KEPUNAHAN VERSUS PEMBERDAYAAN DAN PEMERTAHANAN

Krisis moneter memukul tajam perekonomian Indonesia dan membawa bangsa ini ke krisis multidimensi, Krisis multidemensi ini juga dialami oleh bahasa Indonesia, budaya daerah/nusantara yang terdesak oleh arus modernisasi dan globalisasi(bahasa dan budaya asing) ini tampak jelas dalam kehidupan bermasyarakat dan pola hidup para elite di Republik ini, dalam perspektif sosial-politik linguistik, repertoar dan perubahan gejala kebahasaan masyarkat Indonesia, dari ekabahasawan yang berbahasa ibu bahasa daerah menjadi dwibahasawan yang berbahsa ibu bahasa daerah kedua dan bahsa inggris/asing dan bahasa daerah sebagai bahasa kedua atau ketiga bagi sebagian masyarakar Indonesia merupakan masalah yang sangat menarik untuk dikaji dan di persoalkan secara terus-menerus. Seiring dengan penyebaran bahasa dan kebudayaan Indonesia yang semakin intens dan meluas, juga kehadiran bahasa asing, khususnya bahasa ingris, membuat sebagian bahasa daerah terabaikan atau terlantar. Salah satu komponen budaya bangsa itu kurang dihormati, kurang dihargai, dan kurang dipelihara pleh negara dan para ahli warisnya. Padahal dalam butir 2 pasal 32 UUD 1945, hasil amandemen, dirumuskan bahwa “negara menghormati dna memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan kebudayaan nasional”. Dalam perspektif konstitusi dapat disimpulkan bahwa pengabaian dan pelanggaran atas UUD 1945 telah terjadi selama perjalanan republik ini. Negara dan masyarakat Indonesia yang mengaku pewaris nilai-nilai budaya bangsa talah menelantarkan warisan leluhur mereka.