Burhanuddin (2006) HUKUM DAN MODEL PENYELESAIAN SENGKETA PADA KOMUNITAS PENGELOLA LUBUK LARANGAN DI MANDAILING NATAL. Masters thesis, UNIMED.
015050017- Kata Pengantarr.pdf - Published Version
Download (839kB) | Preview
015050017- Abstrak.pdf - Published Version
Download (444kB) | Preview
015050017- Daftar Isi.pdf - Published Version
Download (558kB) | Preview
015050017- Bab I.pdf - Published Version
Download (1MB) | Preview
015050017- Bab VI.pdf - Published Version
Download (924kB) | Preview
015050017- Dafatr Pustaka.pdf - Published Version
Download (640kB) | Preview
Abstract
Masalah dalam tesis ini yaitu bagaimana mekanisme penunusan hukum Lubuk Larangan dan model penyelesaian sengketa dalam dimensi hukum lokal. Pembahasan masalah tersebut bertujuan untuk mendiskripsikan mekanisme rumusan hukum lokal dalam pengelolaan Lubuk Larangan dan untuk mengetahui model penyelesaian sengketa dalam dimensi hukum lokal yang berlaku pada komunitas pengelola Lubuk Larangan di Mandailing Natal dengan lokasi penelitian desa Aek Nangali dan desa Lumban Pasir. Desa Aek Nangali sebagai sampel wilayah masyarakat desa sekitar aliran sungai Batang Natal arah Pantai Barat Sumatera yang secara budaya banyak dipengaruhi oleh kepercayaan magic. Desa Lumban Pasir sebagai sampel wilayah masyarakat desa sekitar aliran sungai Batang Gadis yang terletak dilintasan jalan Sumatera dengtut arus transportasi darat yang relatif ramai.Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kualitatif, dimana data lapangan berkenaan dengan hukum dan model penyelesaian sengketa yang didapat dari dokutnen, informan di Desa Aek Nangali, Desa Lumban Pasir dan Aparat Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal.Hasil penelitian terdapat variasi aturan hukum dan pola penyelesaian sengketa dimana komunitas desa Aek Nangali yakin kekuatan magis dalam Lubuk Larangan bisa menimbulkan resiko sakit bahkan mati pada orang yang melanggar hukum sehingga magis efektif mencegah orang melanggar hukum. Sedang komunitas desa Lumban Pasir sanksi pengucilan seseorang dalam komunitas efektif dalam mencegah orang melanggar hukum. Aturan hukum tersebut umumnya tidak tertulis, memenuhi rasa keadilan mereka karena merupakan kesepakatan dalam musyawarah, yang didasari sistem kekerabatan, budaya, religi, kebiasaan dan kesepakatan komunitas tersebut. Karya hukum komunitas pengelola Lubuk Larangan disebut hukum lokal berkembang sesuai situasi, kondisi dan keadaan tidak sebagaimana hukum positif (formal). Hukum formal dengan kepastian hukum dalam norma namun sisi lain terdapat kekakuan. Kekakuan bentuk pengaturan hukum formal itu tidak merekam keadaan dan situasi kehidupan sehari-hari komunitas, bahkan is untuk membatasi dan mengubah. Saat terjadi kebuntuan, kekakuan hukum formal dalam menangani sengketa dalam pengelolaan Lubuk Larangan, komunitas penduduk secara arif membuat hukum lokal dengan mekanisme, rumusan hukum, dan pola atau model penyelesaian sengketa yang berlaku efektif dan memenuhi rasa keadilan. Hukum lokal dan hukum negara mempunyai kompetensi dalam pengaturan sungai dan Lubuk Larangan. Seperti hak penguasaan somber daya air, perbuatan pidana, retribusi dan izin. Berlakunya sistem hukum lokal dan sistem hukum negara merupakan pluralisme hukum dalam pengelolaan Lubuk Larangan dan masing-masing mempunyai eksistensi atau disebut semi autonomous social field. Dalam kasus sengketa dan pelanggaran aturan hukum pengelolaan Lubuk Larangan, komunitas pengelola Lubuk Larangan menggunakan hukum lokal,
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Additional Information: | 347.053 Bur h |
Keywords: | Retribusi; Hukum Lokal |
Subjects: | H Social Sciences > HM Sociology H Social Sciences > HM Sociology > HM621 Culture H Social Sciences > HQ The family. Marriage. Woman |
Divisions: | Program Pasca Sarjana > Antropologi Sosial |
Depositing User: | Mrs Catur Dedek Khadijah |
Date Deposited: | 09 Apr 2016 08:13 |
Last Modified: | 22 Apr 2016 06:54 |
URI: | https://digilib.unimed.ac.id/id/eprint/2034 |