MODEL POLA PENGASUHAN ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN ETNIS BATAK TOBA BERDASARKAN UMPASA

Masyarakat Batak terkenal dengan sistem kekerabatan patrilineal atau
garis keturunan ayah. Anak laki-laki pada etnis Batak memiliki peran penting
untuk melanjutkan generasi dan mendominasi seperti raja atau panglima di
dalam keluarga. Jika sebuah keluarga tidak mempunyai anak laki-laki, maka
disebut napunu (punah) karena tidak dapat melanjutkan silsilah ayahnya
(Rajamarpondang, 1992: 105 - 108).
Pandangan seperti di atas menjadi landasan kuat untuk mengkonstruksi
pola asuh yang ada pada semua aspek kehidupan termasuk dalam tradisi dan
sastra lisannya, misalnya pada umpasa. Pada Umpasa atau puisi Batak terlihat
ada praktik pengasuhan oleh orang tua atau keluarga kepada anak laki-laki dan
perempuan mereka. Mengingat etnis Batak secara umum terbagai menjadi 6
etnis yaitu Batak Toba, Karo, Mandiling, Pakpak, Simalungun, dan Dairi, maka
dibatasi pada etnis Batak Toba. Mengingat sebaran berdasarkan tempat tinggal
etnis Batak Toba juga berada di seluruh kabupaten di Sumatera Utara, maka
wilayah penelitian dibatasi di kota Medan.
Pertimbangan selanjutnya, isi umpasa pada etnis Batak Toba
menunjukkan adanya perbedaan pola asuh antara anak laki-laki dan perempuan.
Pola asuh ini menjadi hal yang menarik diteliti untuk mengetahu nilai-nilai luhur
kelokalan yang masih dipertahankan, mengingat masyarakat Batak secara umum
adalah masyarakat yang masih kuat menganut tadisi. Namun demikian, perlu
dibuktikan apakah tradisi tersebut masih dianut mereka yang telah melakukan
diaspora atau perpindahan tempat tinggal, telah berbaur dengan budaya dan
tradisi lain, serta adanya perkembangan zaman. Masyarakat Batak yang telah melakukan diaspora ini salah satunya di kota Medan. Oleh karena itu, penelitian
ini bertujuan menemukan pola asuh anak perempuan dan laki-laki pada
masyarakat Batak Toba di Medan yang sesuai dengan nilai kelokalan pada
umpasa dan praktinya di dalam masyarakat.