Pola Konflik Tanah Pantai Timor Sumatera

Rambe, Tappil Pola Konflik Tanah Pantai Timor Sumatera. In: Prosiding Seminar Nasional Fakultas llmu Sosial Universitas Negeri Medan vol. 2 tahun2018, Desember 2018, Medan.

[thumbnail of PEER REVIEW.pdf]
Preview
Text
PEER REVIEW.pdf - Published Version

Download (288kB) | Preview

Abstract

Sebelum kolonial berkuasa, wilayah Sumatera Utara yang dahulu dikenal sebagai Sumatera Timur dalam sistem penguasaan tanah masih dilakukan secara adat. Mengikuti sistem pertanian masyarakat pribumi berladang reba (ladang berpindah), maka pola kekuasaan didasarkan atas kepentingan bersama yang memang penggunaan tanah sekadar untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, ketika kolonial masuk sejak pertengahan abad ke-19, pola penguasaan tanah berganti ke dalam sistem industrialis atau lebih dikenal sebagai sistem kapitalis. Maka sejak saat itu tanah di wilayah Sumatera Timur, khususnya bagian pesisir Deli memiliki konflik tanah secara luas. Konflik tanah yang banyak terjadi di Sumatera Timur tidak terlepas dari pola-pola kekuasaan tanah sejak kolonial berkuasa. Penguasa adat dijanjikan keuntungan dan kemewahan, baik secara moril maupun materil. Dalam bentuk moril penguasa adat yang pada dasarnya berkuasa setaraf kepala suku atau chipdom diangkat seolah-olah sebagai kepala negara dalam bentuk sultan di ruang lingkup wilayah kesultanan. Ini terjadi pada kesultanan-kesultanan yang dikenal seperti Kesultanan Deli, Kesultanan Serdang, Kesultanan Langkat, Kesultanan Kota Pinang, dan sebagainya. Dengan perubahan seperti itu maka tanah yang pada awalnya dikuasai secara adat berganti menjadi tanah yang dikuasai ke dalam kesultanan. Dengan begitu konsesi tanah mampu dilakukan secara meluas oleh pihak kolonial dengan kesultanan tanpa memperhatikan hak-hak rakyat ke dalam sistem adat. Keuntungan materi pun didapat secara luas dalam bentuk ekonomi, baik dari kolonial maupun pihak kesultanan. Ketika Jepang berkuasa di tahun 1942, sistem penguasaan berganti arah. Penguasaan tanah dilakukan dengan bentuk yang berbeda. Kekuasaan tanah dikembalikan kepada rakyat dengan catatan produk tanahnya untuk kepentingan Jepang dalam peperangan Asia Timur Raya. Kekuasaan sultan dikebiri, dan rakyat yang menduduki tanah bukan kembali sutuhnya kepada masyarakat adat, sebab pribumi yang menggarap adalah orang-orang yang datang ketika industri perkebunan meluas di masa kolonial Belanda.

Item Type: Conference or Workshop Item (Paper)
Keywords: Konflik Tanah; Kekuasaan; Kaum Petani
Subjects: G Geography. Anthropology. Recreation > GN Anthropology
G Geography. Anthropology. Recreation > GN Anthropology > GN301 Ethnology. Social and cultural anthropology
G Geography. Anthropology. Recreation > GN Anthropology > GN357 Culture and cultural processes
G Geography. Anthropology. Recreation > GN Anthropology > GN406.1 Technology. Material culture
G Geography. Anthropology. Recreation > GN Anthropology > GN537 Ethnic groups and races
Divisions: Fakultas Ilmu Sosial
Depositing User: Mrs Catur Dedek Khadijah
Date Deposited: 19 Nov 2020 07:12
Last Modified: 19 Nov 2020 07:12
URI: https://digilib.unimed.ac.id/id/eprint/40829

Actions (login required)

View Item
View Item