EUFEMISME DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR HARIAN WASPADA

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk eufemisme dan makna yang terkandung dalam penggunaan eufemisme dalam berita utama surat kabar harian Waspada. Eufemisme merupakan suatu ungkapan dengan konotasi penghalusan makna. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data diperoleh dari surat kabar harianWaspada yang berupa kata, frasa dan kalimat yang terdapat unsur eufemisme. Dalam menganalisis dibutuhkan upaya memahami data, agar data yang dihasilkan akurat dan tepat.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa ada delapan bentuk eufemime yang terdapat dalam surat kabar harian Waspada, diantaranya: (1) ekspresi figuratif, (2) metafora, (3) flipansi, (4) sirkumlokusi, (5) akronim, (6) singkatan, (7) satu kata untuk menggantikan kata lain, (8) hiperbola. Namun bentuk eufemisme yang lain seperti memodelkan kembali, kliping, pelepasan, sebagian untuk keseluruhan, jargon dan kolokial tidak terdapat dalam berita utama surat kabar harian Waspada edisi bulan Maret-April 2018. Frekuensi pemakaian bentuk eufemisme dalam berita utama surat kabar harian Waspada yaitu (1) ekspresi figuratif 11,43%, (2) metafora 2,86%, (3) flipansi 20%, (4) sirkumlokusi 2,86%, (5) akronim 2,86%, (6) singkatan 5,71%, (7) satu kata untuk menggantikan kata lain 45,71%, (8) hiperbola 8,57%. Bentuk eufemisme yang paling dominan yang terdapat dalam berita utama surat kabar harian Waspada adalah bentuk eufemisme satu kata untuk menggantikan satu kata yang lain (one for one substution) dengan frekuensi pemakaian sebesar 45,71%.
Hal yang melatarbelakangi pemakaian eufemisme dalam berita utama surat kabar harian Waspada adalah untuk menghaluskan ucapan untuk menghormati, menghaluskan ucapan untuk hal yang menyedihkan, menghaluskan ucapan untuk hal yang tidak menyenangkan, menghaluskan ucapan untuk menghargai, menghaluskan ucapan untuk hal yang tabu, menghaluskan ucapan untuk hal yang menakutkan, menghaluskan ucapan untuk hal yang kriminal, menghaluskan ucapan untuk menjaga nama baik sesuai dengan konteks kalimatnya. Hal ini bertujuan untuk menggantikan suatu bentuk kebahasaan yang bernilai rasa kasar dengan bentuk lain yang dipandang halus.